Tak Ada Pemisahan Penuh Antara Agama dan Negara
  • 17 Februari 2015
  • 376x Dilihat
  • berita

Tak Ada Pemisahan Penuh Antara Agama dan Negara

Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang (BLAS) kedatangan tamu istimewa, Prof. Florian Pohl, Ph.D. Selasa (17/02) pagi, akademisi di bidang studi agama dari Emory University itu berdiskusi dengan para peneliti dan calon peneliti di Aula Lt. 3 Kantor BLAS. “Relasi antara agama dan negara” dicuplik sebagai tema dalam diskusi tersebut.

Sejarah di negara-negara Barat, yakni Eropa dan Amerika, menjadi pijakan Pohl dalam menelisik hubungan antara agama dan negara. Menurut dia, pola hubungan antara agama dan negara bisa berbentuk teokrasi, agama resmi dalam suatu negara, dan pemisahan. Dalam tradisi barat, pola pemisahan itu melahirkan dua bentuk hubungan, yaitu free chruch atau gereja bebas dan negara modern sekuler.

“Pemisahan ini berarti tidak ada dukungan pemerintah untuk agama. Selain itu juga tidak ada campur tangan pemerintah dalam praktik-praktik keagamaan baik bagi kaum mayoritas maupun minoritas,” kata Pohl.

Dalam pandangan Pohl, Amerika merupakan negara yang tingkat pemisahannya dengan agama paling tinggi. Sementara itu, campur tangan negara-negara eropa terhadap agama masih relatif tinggi. Sebab itulah Pohl menyimpulkan, di Barat memang terjadi pemisahan antara agama dan negara, tetapi bukan pemisahan penuh. Faktanya, nyaris semua negara Barat, kecuali Amerika, turut mendanai pendidikan agama. Selain itu, separuh dari negara Barat juga mengumpulkan pajak untuk organisasi keagamaan.