Praktik Literasi di Kalangan Mahasiswa UIN

Praktik Literasi di Kalangan Mahasiswa UIN

Literasi menjadi fokus pembangunan berbagai negara di dunia. Beberapa studi menunjukkan manfaat atau dampak positif yang didapat dari kualitas literasi. Manfaat-manfaat tersebut ada yang bersifat manusiawi-individual (human benefits), politik, budaya, sosial dan ekonomi. Namun, dunia pendidikan Indonesia dalam kurun satu dekade ini dikagetkan dengan munculnya beberapa hasil survei yang menunjukkan rendahnya kemampuan literasi anak-anak Indonesia. Hal ini kemudian mendorong literasi menjadi isu nasional. Kata literasi muncul dalam Arah Kebijakan Umum Pembangunan Nasional 2015-2019 (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019). Dengan begitu, muncul program-program untuk menggiatkan dan meningkatkan kualitas literasi, seperti Gerakan Literasi Nasional (GLN).

Namun demikian, meriahnya program-program literasi tersebut tidak diikuti dengan kajian-kajian tentang praktik literasi di Indonesia. Jika pun ada, masih dilakukan secara parsial yang terbatas pada konteks yang sempit, sehingga belum memiliki informasi yang signifikan jika diteruskan dalam pembuatan kebijakan. Apalagi yang sering kali mendapatkan perhatian adalah literasi di tingkat sekolah dasar dan menengah, itu pun lebih banyak mengukur kemampuan membaca dan menulis secara kognitif semata dengan ukuran-ukuran yang sudah digunakan oleh lembaga-lembaga riset internasional. Padahal, dalam perspektif kajian literasi baru atau new literacy studies (NLS), sebaiknya kajian literasi menggali sebanyak mungkin praktik literasi dan kondisi-kondisi infrastruktur literasi yang ada di masyarakat, termasuk di lembaga pendidikan yang berbasis agama. Apalagi, di tengah perkembangan revolusi digital sekarang, tentu praktik literasi pun mengalami perubahan.

Sesuai dengan perkembangan zaman teknologi informasi dan digital seperti sekarang, hal yang terbaik untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas adalah melalui peningkatan kualitas literasi. Hal tersebut tidak akan tercapai dengan baik tanpa pengetahuan tentang praktik literasi yang sudah dilakukan masyarakat dan lembaga pendidikan. Untuk mendapatkan pengetahuan tersebut, dibutuhkan penelitian tentang praktik literasi sebagai pijakan awal bagi pengembangan dan peningkatan kualitas literasi di lembaga pendidikan.

Pengetahuan tentang praktik literasi tidak hanya tentang angka-angka prestasi literasi sebagaimana yang sering dilakukan sejumlah penelitian, tetapi juga tentang pola praktik literasi yang ada di tengah masyarakat dan lembaga pendidikan yang berguna bagi pijakan pengembangan literasi selanjutnya.

Penelitian Balai Litbang Agama Semarang tahun 2018 bertujuan mendeskripsikan kondisi infrastruktur literasi dan pemanfaatannya oleh mahasiwa, serta pola praktik literasi mahasiswa Universitas Islam Negeri di enam wilayah kerja Balai Litbang Agama Semarang, yakni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, UIN Walisongo Semarang, UIN Sunan Ampel Surabaya, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, UIN Mataram, dan UIN Antasari Banjarmasin. Pola praktik yang dilihat dalam penelitian ini terdiri dari sikap dan perilaku literasi, infrastruktur pendukung literasi dan pemanfaatannya serta komunitas-komunitas mahasiswa yang mempraktikan literasi.

Penelitian menemukan dua hal. Pertama, layanan literasi dalam berbagai perpustakaan tampak telah mengadaptasi perkembangan teknologi informasi terkini, tetapi pemanfaatannya belum maksimal. Perpustakaan baru memenuhi literasi mahasiswa untuk memenuhi motivasi ekstrinsik. Perpustakaan kampus belum banyak menyediakan koleksi bacaan yang menyenangkan sesuai selera generasi milenial (seperti cerita-cerita fiksi). Kampus juga belum mengintegrasikan literasi informasi dalam kurikulum perguruan tinggi mereka. Kampus dan perpustakaan juga belum memproduksi dan mendistribusikan ilmu pengetahuan melalui media online yang sesuai dengan selera generasi milenial.

Kedua, mahasiswa memiliki sikap yang positif terhadap literasi, baik literasi membaca maupun menulis. Namun sikap positif tersebut belum diwujudkan dalam perilaku literat. Ketersediaan ragam bacaan yang disenangi mahasiswa sebagai generasi milenial, beban tugas kuliah dan bayang-bayang tantangan karir di masa depan adalah beberapa yang memicu perilaku tidak literat ini. Akhirnya, perilaku tidak literat ini mendorong mahasiswa jatuh pada budaya plagiat. Meskipun demikian, potensi pengembangan praktik literasi tetap ada. Hal ini antara lain karena terdapatnya komunitas-komunitas di sekitar mahasiswa dan kampus yang mempraktikan literasi, baik yang berupa komunitas pers mahasiswa, komunitas diskusi dan kepenulisan maupun mahasiswa mandiri yang mengembangkan minat kepenulisan. Komunitas-komunitas ini dapat menjadi peer group (kelompok sebaya) yang akan menjadi rujukan bagi mahasiswa-mahasiswa lain, sehingga dapat menularkan kesadaran literasi.

Berdasarkan temuan tersebut, penelitian ini mengajukan rekomendasi bahwa perlu kebijakan yang sistematis dan tidak artifisial untuk mengembangkan literasi di kampus. Pengembangan literasi itu dapat dilakukan dengan strategi gerakan ganda (double movement), yakni strategi atas-bawah (top-down) dan bawah-atas (bottom-up). Pengembangan literasi top-down adalah bersifat sistematik, sedangkan strategi bottom-up dapat mengindari sifat artifisial program-program literasi yang selama ini telah dilaksanakan. Kebijakan yang bersifat top-down adalah meliputi peningkatan layanan infrastruktur literasi (perpustakaan) dan kurikulum yang mengintegrasikan keterampilan literasi abad ke-21. Sedangkan kebijakan yang bersifat bottom-up adalah kebijakan-kebijakan yang lebih berbasiskan pada komunitas-komunitas literasi yang telah ada di kampus, yakni penguatan komunitas literasi sebagai modal sosial gerakan literasi mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri secara umum, dan Universitas Islam Negeri (UIN) khususnya. Secara rinci, rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Kampus perlu mengembangkan infrastrukur literasi melalui wadah cyber literacy dengan perpustakaan universitas sebagai leading sector.
  2. Perlu memasukan literasi informasi sebagai salah satu mata kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN).
  3. Perlu diversifikasi metode produksi dan distribusi ilmu pengetahuan yang selaras dengan konteks generasi milenial, yakni cepat, mudah, bergaya (stylist) dan tidak membosankan.
  4. Perlu program pembinaan komunitas literasi kampus, atau pengembangan literasi mahasiswa melalui mentor sebaya, yakni para aktivis komunitas literasi menjadi mentor pengembangan literasi antar sesama temannya. Hal ini penting, karena komunitas mahasiswa yang terkait dengan literasi adalah modal sosial bagi pengembangan gerakan literasi di kampus. (ag)

***

Artikel ini juga diterbitkan di Harian Kedaulatan Rakyat edisi 15 April 2019