Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Lisan

Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Lisan

Setiap daerah miliki keunikan masing-masing. Keunikannya menjadi daya tarik untuk mengunjunginya. Daerah daerah tersebut adalah seperti Bali dan Yogyakarta. Untuk konteks Bali,selama ini Bali terkenal dengan keindahan alam, kesenian dan budayanya. Namun wisatawan kurang mengetahui masyarakat Bali  masih pertahankan ratusan jenis ritual adat dan agama yang terkenal dengan sebutan dunia tradisional agraris.

Masyarakat Bali tak bisa dilepaskan dengan namanya tradisi karena setiap hari menjalankan tradisi mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi dan selalu menjaga hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan alam lingkungannya, dan manusia dengan sesamanya. Terbukti ketika kita berkunjung di Bali akan menemukan sejajen yang diletakan ditempat mencari nafkah. Semisal toko, rumah, Mobil dan sebagainya.

Kekayaan tradisi dan budaya di Bali menjadi daya tarik para wisatawan lokal dan Internasinal. Salah satunya Tradisi Subak menjadi icon Bali culture landscape dan diakui sebagai world culture heritage. Tardisi Subak adalah tradisi lisan yang berkembang di masyarakat. Pada tahun 1972 Subak lahir sebagai hukum adat yang memiliki karasteristik sosioagraris-religius.

Tradisi lisan sebagai produk budaya sarat dengan ajaran moral, bukan sekadar menghibur, melainkan juga mendidik, terutama mengajarkan nilai-nilai yang terkait dengan kualitas manusia dan kemanusiaan. Budaya mengandung nilai universal seperti nilai keagamaan, kesetiaan, sosial, historis, moral, pendidikan, etika, dan kepahlawanan.

Bali identik dengan tradisi lisan karena mayoritas masyarakat beragama Hindu, kaya dengan sastra lisan bertutur/masatua. Dulu Tradisi Masatua sangat popular di masyarakat. Namun sekarang tradisi ini tidak lagi marak dipraktekkan masyarakat Bali. Memudarnya tradisi lisan dalam masyarakat Bali, salah satu indikasi telah memudarnya ikatan sosial di antara mereka, dan sebaliknya

Pendidikan Karakter

Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam tradisi lisan masyarakat Bali baik tradisi Hindu maupun tradisi Islam di Bali menjadi penting untuk dikaji, mengingat pemerintah sedang gencar menumbuhkan program pendidikan karakter seperti yang tertuang dalam Perpres Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.

Tradisi lisan Hindu-Muslim pada tingkat desa dapat diketahui dari adanya harmoni sejarah Desa Budakeling Bebandem Karangasem Bali. Sejarah desa ini  bermula dari tokoh De Bendesa Kemetuk, Dang Hyang Astapaka dan Kiai Abdul Jalil. Kiai Abdul Jalil adalah sang penakluk sapi raksasa yang mengganggu ketentraman desa. Atas jasanya tersebut ia diberi istri oleh warga adat Budakeling sehingga keturunan Kiai Jalil dan masyarakat desa hingga saat ini dipersatukan berdasarkan nasab dengan Dang Hyang Astapaka dan tradisi masatua (dongeng) yang dikembangkan oleh Made Taro.

Hasil penelitian menunjukan yakni. Pertama, tradisi Masatua (dongeng) atau Satua Made Taro memuat nilai religiusitas, peduli lingkungan, nilai keberanian, kejujuran, kepahlawanan, kerja keras, pengorbanan, dan disiplin. Kedua, nilai pendidikan karakter dalam kesenian Rodat berupa nilai religius, patriotisme, kerjasama, harmoni, toleransi, dan disiplin. Kemudian, nilai pendidikan karakter dalam Kesenian Burdah Burak di Desa Pegayaman Kabupaten Buleleng bermuatan nilai-nilai religi sanjungan kepada Allah Swt, salawat Nabi Muhammad, nilai toleransi dan nilai sosial seperti saat pelaksanaan Subak pertanian dibacakan doa dengan bacaan salawat Burdah. Terakhir, nilai pendidikan karakter dalam tradisi Sejarah Desa Budakeling adalah nilai religius, tangung jawab, jujur, sosial, harmoni, kebangsaan, dan peduli lingkungan.

Tradisi lisan penting didokumensikan untuk dijadikan dokumen budaya tulis agar tidak hilang dan nilai-nilai yang kandung didalamnya bisa dijadikan bahan ajar dari mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi. (sumber : Kedaulatan Rakyat)