Kuttab Sebagai Alternatif Pendidikan Islam
  • 29 Maret 2021
  • 804x Dilihat
  • berita

Kuttab Sebagai Alternatif Pendidikan Islam

Keberadaan kuttab menjadi alternatif bagi dunia pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan agama yang spesifik mengajarkan keilmuan Islam, kuttab berpotensi berkembang karena kekhususan pengajaran Islam di dalamnya. Namun, tantangan ke depan adalah bagaimana pemerintah memosisikan kuttab. Kalau nantinya kuttab diakui sebagai lembaga pendidikan formal tentu saja ada penyesuaian dengan sistem pendidikan yang diatur pemerintah.

Hal itu disampaikan oleh Dr. Ahwan Fanani, M.Ag., Dosen UIN Walisongo Semarang, selaku narasumber dalam Rapat ke-1 Model Pengelolaan Pendidikan Agaa Pada Kuttab di Hotel Pandanaran Semarang, Senin 29 Maret 2021. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Balai Litbang Agama (BLA) Semarang dalam rangkaian penyusunan buku model pendidikan kuttab.

Ahwan mengatakan, dewasa ini memang berkembang lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu secara khusus semacam takhassus. Kuttab ini juga unik, karena memiliki kurikulum yang khusus.

“Seperti yanbu’ dan kuttab itu terobosan. Seperti yanbu’ itu mengajarkan Al-Qur'an, dan hanya mengajarkan pelajaran yang diujikan nasional. Kuttab juga seperti itu. Dan ini menarik, karena ke depan pengajaran keilmuan itu semakin spesifik,” kata Ahwan.

Menurut Ahwan, kuttab semakin diminati banyak orang dan merupakan lompatan dalam pendidikan. Hal ini menarik minat dari akedemisi hingga masyarakat umum.

Kalau dilihat dari 2017-2020 di mesin pencari google penulisan kuttab sangat berkembang. Ini memudahkan kita mencari referensi dalam bentuk apapun.

Pendidikan kuttab menjadi alternatif dari ordinary basic education (pendidikan dasar umum) .Kajian kuttab ini dapat dikategorikan berbagai pilihan. Di antaranya kajian sejarah, kurikulum, proses atau metode pembelajaran, perspektif PAI, manajemen, dan lain sebagainya.

Hamidulloh Ibda, M.Pd., Dosen STAINU Temanggung yang juga hadir sebagai narasumber, justru lebih menyoroti paradoks kuttab. Dia mengakui, keunikan kuttab sebagai alternatif pendidikan agama Islam. Namun, dalam hal ini kuttab tetap dihadapkan pada pilihan, secara kelembagaan memilih jenjang pendidikan formal ataukah informal.

“Kalau kuttab memilih pendidikan formal tentu saja harus mengikuti standar nasional pendidikan yang ditetapkan pemerintah. Padahal selama ini kuttab tidak mengikuti kurikulum yang ada. Dan, rasanya tidak akan mungkin ada opsi penyetaraan,” kata Ibda.

Ibda menambahkan, kalau selama ini kuttab mengklaim bahwa kurikulumnya terintegrasi antar keilmuan umum dan Islam, pertanyaannya apakah di dalamnya islamisasi ilmu ataukah sebaliknya. Jadi paradoks semacam ini perlu diperjelas.

Kegiatan yang diinisiasi oleh Bidang Pendidikan  Agama dan Keagamaan BLA Semarang ini merupakan rapat pertama dalam menyusun model pendidikan agama pada kuttab. Buku model yang disusun ini nantinya akan diuji validasi di beberapa daerah agar kesahihannya bisa diterima publik.

Pembukaan acara diwakili oleh Koordinator Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Dr. Aji Sofanuddin. Aji megatakan perlunya persiapan yang baik antara model yang akan dibuat dengan pendukung. Seperti kelengkapan referensi, layout dan design, serta buku model  apa yang paling sesuai.