Dakwah di Era Digital dan Ormas Keagamaan
  • 13 Oktober 2020
  • 990x Dilihat
  • berita

Dakwah di Era Digital dan Ormas Keagamaan

Balai Litbang Agama (BLA) Semarang pada 13 Oktober 2020 mengadakan kegiatan " Seminar Hasil Penelitian Isu Aktual Bidang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan di Azana Hotel Semarang. Kegiatan ini dihadiri 41 peserta dari peneliti, Kemenag Provinsi Jawa Tengah, Kemenag Kota Semarang, Kemenag Kab. Semarang, Kemenag Kota Salatiga, Kesbangpol Jawa Tengah, MUI Jawa Tengah, FKUB Jawa Tengah, dan Mathla'ul Anwar.
 
Hadir sebagai narasumber kegiatan ini adalah Prof. Dr. H. Achmad Gunaryo, M. Sc, SC (Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI), Drs. H. Ahyani, M.Si ( Kabid Penerangan Agama Islam Zakat dan Wakaf Kemenag Jawa Tengah), dan Dr. Samidi, M.S.I (Kepala Balai Litbang Agama Semarang). Dalam kesempatan ini Dr. Samidi menyampaikan materi tentang "Dakwah di Era Digital". Segala sesuatu pasti berubah, bukan menjadi sempurna – tapi menjadi lebih baik. Dunia digital hadir dalam semua lini kehidupan dari balita, anak SD, emak-emak, dan bapak-bapak milenial, tidak pernah ketinggalan membawa HP dimanapun berada.
 
Sehingga metode dakwah harus mengikuti perkembangan jaman, sesuai kondisi objek dakwah.
Dakwah digital dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti : caption, video, dan rekaman. Banyak media yang bisa digunakan dalam berdakwah , ada WA, FB, IG, Youtube, podcast, Line, Telegram, dan lain sebagainya. Tren transformasi pembinaan keagamaan (dakwah) yang dilakukan oleh Muhammadiyah, NU, Sahabat Cinta, dan Penyuluh Agama melalui platform kalangan millenial. Kiat berdakwah di era millenial harus menggunakan bahasa yang sederhana, tidak terkesan menggurui, dan memberi teladan. Konten yang inovatif dan motivasi, lebih efektif daripada ceramah yang bersifat verbal.
 
Hariqo Wibawa Satria dalam Buku Seni Mengelola Tim Media Sosial mengatakan : 
1). Pendakwah harus baper ilmiah, membaca berbagai penelitian, buku sejarah tentang Indonesia dan dunia.
2). Memakan konten dari banyak sumber.
3). Punya akun resmi, video diupload utuh.
4). Hati-hati dengan politik dalam negeri dan luar negeri.
5). Dakwah di era digital itu kerja tim, dan
6). Bagi siapapun yang ingin menjadi pendakwah harus menguasai, memahami bahasa asli dari kitab suci. Jika Islam yang harus paham bahasa arab, ilmu hadist, dan lain-lain.
 
Di era digital, progresivitas dan keterbukaan mendorong percepatan proses “peremajaan ulama” yang bertabrakan dengan proses yang telah menjadi pakem agama “konvensional”.  Era Digital membawa perubahan pada aspek pemikiran, fatwa, dan pengamalan keagamaan. Dia mengoneksikan hubungan antar manusia dengan manusia, manusia dengan mesin, mesin dengan manusia, ataupun mesin dengan mesin yang terjalin atas dasar norma keagamaan. 
Fenomena ini menjadi tantangan sekaligus harapan bagi agama-agama.
 
Ditengah gemuruh media sosial yang makin terbuka dan transparan pemerintah hadir untuk memberikan rambu-rambu dan batasan dalam bermedia sosial. UU HAM Pasal 23 (ayat 2) : Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara. UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE (perubahan UU No.11 th 2008)
UU ITE Pasal 27 ayat (3): Larangan seseorang melakukan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
Sanksi Pasal 45 ayat (3) : “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak 750 juta.
 
Diakhir paparannya Dr. Samidi berpesan agar kita santun dalam berdakwah di media sosial.
 
Priyono