BLA Semarang Dituntut Mampu Hasilkan Matrik Gerakan Radikal
  • 13 Januari 2016
  • 193x Dilihat
  • berita

BLA Semarang Dituntut Mampu Hasilkan Matrik Gerakan Radikal

Semarang (13 Januari 2016). Pandangan tentang kelompok Islam salafi harus dikaji ulang. JIka dulu salafi dipandang sebagai splinter group (kelompok kecil atau sempalan), kini mereka menjadi mainstream di tingkat global.  Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah, Selasa (12/01) di Aula Balai Litbang Agama (BLA) Semarang.

“Eskalasi gerakan salafi kini sangat masif. Tidak hanya di Timur Tengah seperti Saudi Arabia, Syiria, Libia, tetapi juga di Afrika, Inggris, Paris, termasuk Indonesia. Maka menganggap mereka sebagai splinter group sudah tidak relevan lagi,” ujarnya.

Di hadapan para peneliti, Amin memaparkan makalah bertajuk “Pemetaan Pemikiran dan Gerakan Radikal Keagamaan di Indonesia”. Kegiatan ini merupakan rangkaian agenda Rapat Koordinasi (Rakor) Balai Litbang Agama Semarang Tahun 2016 yang dilaksanakan sejak Senin (11/1) kemarin.

Amin mengatakan, dalam konteks keindonesiaan hari ini kita juga sedang dilanda olehglobal salafism (salafisme global). Gerakan salafi di Indonesia menguat seiring dengan tren global. Gerakan salafi ini berbeda dengan salaf (salaf al-shalih) ataupun salafiyyah.

Menurutnya, gerakan salafi di Indonesia tampil sebagai kelompok keagamaan yang bercorak radikal. “Gerakan ini tidak mesti ekstrim atau identik dengan kekerasan.Kelompok radikal sangat variatif dari sisi dakwah, gerakan, ataupun kehidupan sosial, meskipun mereka sama-sama tekstualis dalam memahami sumber-sumber ajaran Islam” terangnya.

Masih menurut Amin, penelitian terhadap gerakan keagamaan radikal iniharus multidimensional dan multidisiplin. Ketiga bidang penelitian yang ada di BLA Semarang, yaitu Bidang Kehidupan Keagamaan, Pendidikan Agama dan Keagamaan, dan Lektur dan Khazanah dan Keagamaanharus membangun sebuah konstruksi ilmiah yang saling membangun dan sekaligus saling menembus (semipermeable)

“Bisa jadi dalam literatur mereka tidak mengajarkan ekstremisme, tetapi mungkin proses transmisi pengetahuannya mengarahkan pada pemikiran atau gerakan yang ekstrim, dan itu bisa dilihat pula dalam kehidupan sosial mereka di masyarakat,” jelas Amin.

Di akhir paparannya, Amin berharap bahwa output dari penelitian ini adalah sebuahmatrix of islamism (matriks paham/gerakan keislaman). “Dengan matriks itu kita bisa memetakan secara komprehensif mana kelompok keagamaan yang tergolong puritanis, ekstrimis, jihadis, revolusioner, dan seterusnya.” Pungkasnya